Best I ever Read : The- Announcer by Ibnu Novel Hafidz


Judul : The Announcer
Penulis : Ibnu Novel Hafidz
Penerbit : Navila
Cetakan : Pertama 2010
Tebal : x + 298 Halaman

I finally Found!!! *teriak gak santai* ehm, udah lama sih sebenarnya gue menemukan novel ini.

But I still love it. Semenjak dulu sebenernya gue agak curious sama dunia penyiaran, dan pengen banget banyak tau terutama gimana kalau seorang penyiar bertutur tentang kehidupannya sebagai penyiar, terutama penyiar malam. Kayaknya seru dan banyak aja yang bisa diceritain. Gimana seorang penyiar malam tetep harus siaran ketika banyak orang sebenernya tidur dan mengistirahatkan diri. Gimana seorang penyiar malam harus tetap jaga kondisi dan nahan suaranya supaya tetap siaran dengan santai setiap malam. Penasaran ga sih? Engga ya mungkin.. emang gue aja yang terlalu kepo berarti :hammer:

So far, gue belom menemukan naskah yang mengangkat cerita penyiaran yang bener-bener ngangkat kisah seorang penyiar dalam dunia siarannya, mungkin gue aja yang belom nemu. Yang paling mendekati mungkin buku yang gue beli waktu ada bazaar buku, lupa lengkap judulnya tapi kalo ga salah 104,6 Radio biru or something like that. Cerita tentang penyiar ngebawa beberapa kali penyiarannyanya but mostly naskah itu juga ngangkat kehidupan penyiar di luar dunia siarannya walau masih nyangkut waktu kerjanya dan itu sedikit banget.

And now I finally found! Karangannya Ibnu Novel Hafidz, judulnya the announcer. Pertama kali ngeliat gue langsung interest sama novel ini, sekaligus takut buat ngebelinya karena gue berfikir kalau novel ini tetep akan ngangkat kisah penyiar kaya yang udah-udah. Tempelan.

Ternyata enggak. Here I copy synopsis from the book’s back cover :

Suara penyiar itu seolah memiliki daya magis yang mampu menyihir pendengarnya. Getar pita suaranya yang berat nan berwibawa telah membuat hati para wanita yang mendengarnya turut bergetar penuh gejolak. Tapi sang penyiar bergeming. Ia sadar, ada bukan untuk mengulik nafsu syahwat, namun untuk bicara tentang kebenaran dan kesejatian cinta.
The announcer berkisah tentang liku-liku kehidupan penyiar di radio. Bukan hanya di udara, tapi juga dalam kehidupan nyata. Ia berkisah tentang perjuangan Sang penyiar dalam menghadapi persaingan dengan radio lain di tengah hingar binger budaya pop yang kian materialis. Juga tentang perjuangannya untuk menjaga keutuhan cinta. Rentetan demi rentetan dalam kisah ini memberikan cermin bahwa hidup tidak hitam dan putih.
Selain bertutur dengan jujur dan lugas, novel ini sangat menyentuh dan memberikan inspirasi bagi siapa saja yang hendak meneguk kearifan hidup.

Menarik? Kalau enggak try my synopsis :

Ini adalah cerita tentang Bara, seorang lelaki cerdas, taat beragama, berbadan atletis. Figur seorang lelaki yang sangat sederhana dan sangat kebapakan sekali. Tanya dia tentang profesinya dengan bangga dia akan menjawab Penyiar. Pekerjaan yang menurut orang tidak bisa menghidupi keluarga, tapi hal itu yang selama ini dilakukan Bara. Bekerja sebagai penyiar, menguasai pasar udara di Jakarta, untuk Karina. Istrinya yang sebentar lagi melahirkan anak pertamanya.

Suatu saat dimana seharusnya Arcadia building tempat Bara siaran memancarkan suara nan merdu yang selalu dinanti para pendengar, heboh dengan permohonan izin Bara untuk tidak siaran karena harus menemani Karina melahirkan anaknya di rumah sakit. Penyiar lain bingung, Program director lebih bingung lagi. Karena menurutnya seorang Bara, irreplaceable. Bara pergi ke RS dan Program director menunjuk seseorang untuk menggantikan Bara dengan syarat : tidak menjalankan program Bara, melainkan memutar lagu dan mengabari pendengar tentang kondisi Bara.

Bara menemani Karina, istrinya yang sangat manis, dalam proses persalinannya. Anaknya akhirnya lahir. Perempuan , kembar. Persalinan selesai, Anaknya selamat dibawa menyusu ke ibunya dan Bara tetap menemani Karina sambil bercakap-cakap. Sayang tidak berapa lama setelahnya, Karina meregang nyawa. Ia terlalu lelah untuk satu proses persalinan besar ini. Namun ia berhasil menyelesaikan tugasnya sebagai ibu, memberikan ASI bagi anaknya, member nama bagi kedua putrinya , memastikan ayahnya menjaga kedua putri mereka.

Setelah semua terjadi, Bara mengundurkan diri dari dunia penyiaran Jakarta. Ia pindah kerumah Ibundanya tercinta di daerah Pekalongan dan membangun suatu radio dakwah disana. Bara memang punya kecerdasan di bidang ini, hanya beberapa saat Radionya pun sukses. Namun demikian, beberapa saat setalah anaknya masuk ke bangku sekolah, Bara dikirimi surat oleh Habib Husein. Radio di Yogyakarta yang dulu dibela oleh kakeknya untuk tetap mengudara butuh bantuannya. Dilemma mulai muncul, Bara harus meninggalkan anak-anaknya, ibunya, keluarganya ,teman-temannya dan Radionya. Untuk satu pilihan Dakwah yang lebih luas , Bara mengambil pilihan itu. Ia menjatuhkan pilihan. Mengorbankan sesuatu sementara untuk hasil yang lebih baik.

Dan demikianlah Bara, Masuk sebagai Program director Radio Suara Suhada dengan semua ganjalannya. Menghadapi orang-orang yang tidak koperatif, kondisi radio yang tergolong mengenaskan. Bara harus membangun radio ini dengan keluarga barunya yang satu per satu harus kembali padaNya. Tindakan anarkis, makian pendengar, kehilangan tokoh pendukung, fitnah, client yang mencoba bermaksiat pada Bara semua harus dihadapinya, untuk menghidupi Radio ini.

Bara memang sangat cerdas dan baik, jalannya membangun radio ini kembali ke masa jayanya melawan radio lain cukup mulus dengan beberapa bantuan orang-orang yang tentunya sangat menyayangi Bara. Keluarganya, teman-temannya, bahkan Aisyah. Dokter cantik yang saat ini praktik di Yogyakarta. Aisyah adalah dokter yang membantu persalinan Karina.

Respek, pendengar, rating, sponsor semuanya akhirnya didapat Bara. Radio Suara Suhada bisa hidup lagi, bangkit menuju level kejayaan yang sama. Semua berkat… Bara dan timnya dengan segala keminiman yang harus mereka jalankan selama mengoperasikan radio ini. Termasuk cinta keduanya, Aisyah.

Sayang, disaat semua kejayaan kembali datang pada Bara, ia memutuskan untuk… memusnahkan suaranya kecuali untuk keluarganya. Karena..?

Menarik gak? Kalau enggak salahnya di gue berarti bikin synopsis nan kacau :p

Nah, apa sih hebatnya novel ini? Diluar temanya yang agak tidak familiar buat diangkat ini, kemudian timbul alur penceritaan yang tidak terbaca akan dihentikan dimanakah cerita ini. Hebatnya lagi tiap-tiap part dalam alur novel ini terasa padat dan berisi tanpa harus mengisi dengan efek suara yang gak penting, percakapan yang tidak bermakna ataupun bahasa-bahasa slank yang membuat seorang penulis keliatan Gaol gilaaaa. Kenyataannya novel ini hadir dengan suatu penggunaan bahasa yang kurang fleksible dan lumayan kaku, namun pemakaian bahasa seperti ini justru menguatkan feel kesederhanaan dan kearifan dari tokohnya. Makna dan moral yang coba disampaikan penulis lewat novel ini sangat tersampaikan dengan segala kesederhanaan yang ada pada novel ini. Ini novel yang cukup padat isinya.

Penyiar harus gaul (dalam artian hampir seperti selebritis dengan kehidupan glamournya) terbantah disini.
Penyiar pekerjaan mudah terbantah disini.

Inti dari dunia penyiaran adalah tujuan radio lo, informasi atau hiburan. itu dia, bukan seberapa keren dan gaul atau ahlinya seorang penyiar. Buktinya : Bara.

Banyak yang harus lo tau sebelum bilang dunia penyiaran itu mudah untuk dimasuki, bukan pekerjaan yang penting dan menjanjikan. Coba baca naskah ini, kalo lo masih belom bisa nemuin peranan seorang penyiar dengan pekerjaannya yang hebat, dan lo gak tersentuh dengan naskah ini gue rasa lo miss a whole part di novel ini..

atau mungkin gak punya hati? *senyum iblis*

Sebenernya kalau dibaca bener-bener novel ini tuh intinya adalah bercerita tentang kekuatan seorang penyiar, terutama pada sumberdaya suaranya. Gue pernah punya kenalan (yah bisa dibilang teman versi gue entah versi mereka *menyedihkan*) seorang penyiar dan gue pernah juga ngerasain gimana power dari suara dan kharisma seorang penyiar. Pernah gak lo sebelumnya mendapati banyak orang menangis hanya karena seorang penyiar akan resign? Atau mungkin seorang pendengar yang rela mantengin penyiar kesayangannya sampai larut malam hanya demi untuk sepatah kata 'hai'? dan Pernah gak lo nemuin kekuatan seorang penyiar yang mampu jadi motivasi bagi seseorang untuk bisa menemukan langkahnya ke depan terlebih : tujuan hidupnya?

I've found it. Gue ada rekamannya yang bisa membuktikan itu, betapa berharganya seorang penyiar dimata pendengarnya. Dan betapa berharganya malam-malam waktu siaran seorang penyiar yang cuma 3 jam. *bingung gimana ngeshare-nya ya?* Gue pernah send attachment ini ke e-mail temen gue juga.
And to be concluded : Penyiar bukan pekerjaan gampangan, bukan pekerjaan yang tidak berarti. Kalau lo bisa membongkar dan bisa lebih dekat dengan kehidupan mereka, Lo tau, penyiar is a hero for his/her listeners.

oOo

 Attachment : Adrian Martadinata Last announcing in kelas Malam Global Radio

Postingan pas lagi labil. PillowTalk - setiap Hati punya rahasia.

Setiap hati.. punya rahasia..


Kami, bersahabat sejak kecil. Tepatnya, kalau ada kata lain untuk menggambarkan sesuatu yang melampaui sahabat, maka kata itulah kami.


Berbagi cerita, berbagi rahasia.


Bahkan, tanpa disadari, kami pun membagi cinta.


Tapi, apakah kau tahu, rasanya saling mencintai namun bertahan untuk tidak saling memiliki?


Percayalah, ini lebih buruk dari sekedar patah hati. Ini bukan kisah cinta yang ingin kau alami.

oOo

Sumpah, gue speechless baca novel ini.


Buat gue sendiri, belajar dari salah satu pengalaman seseorang lewat penceritaan yang ia lakukan kepada gue, tema yang diangkat novel ini merupakan tema yang sangat nyebelin. Tema sahabat jadi cinta, tema sahabat jadi kakak-adik, tema sahabat yang saling suka dan memendam perasaan satu sama lain, tema sahabat yang sebenernya saling suka tapi memilih mengabaikan perasaan itu dan menjodohkan sahabatnya dengan seseorang. Bener-bener tema yang buat gue geleng-geleng, menghela nafas, sampai senyum-senyum sendiri ketika baca karya Christian Simamora yang satu ini. *jujur loh ini, gue sampe berenti baca pas lagi di suatu kelas mata kuliah gue yang membosankan karena gak mau dosen gue mengira kalau mahasiswanya ada yang lagi sakit jiwa*


Sebenernya simple benget sih ceritanya, hanya sebuah tulisan yang menceritakan tentang perjalanan hidup Emi dan Jo. Suatu tahapan dalam perjalanan untuk dua orang yang sudah terikat dalam satu jalinan persahabatan semenjak lama, sedemikian lama, sehingga mereka berdua sudah harus sadar akan salah satu bagian kehidupan yang namanya Cinta. Emi punya Dimas dan Jo punya Trina. Bukan masalah besar toh seharusnya?


Memang bukan masalah besar. Apalagi kalau ternyata dibalik kehidupan percintaan mereka yang berjalan normal tersebut Emi menyukai bahkan lebih intens mencintai Jo dengan caranya. Begitu pula Jo terhadap Emi. Dan keduanya memiliki suatu kesepakatan pemikiran yang tercipta tanpa melalui diskusi informal sekalipun untuk tetap menjaga perasaan itu hanya untuk dinikmati sendiri.


Ya dinikmati sendiri. Bahkan Emi tidak berfikir untuk menshare perasaannya kepada Jo. So does jo to Emi.


Err.. Hubungan mereka pun berjalan pada tahap yang cukup normal sebenarnya (kalau memang kategori normal memuat saat dimana lo bisa horny melihat sahabat lo sendiri, dan lo gak bisa tahan emosi saat ngegepin temen lo make out sama pacarnya sendiri) sampai ketika keduanya mengalami status percintaan yang sedang tidak isi. Keduanya putus untuk alasan yang sama. Emi putus dari Dimas sang lelaki mapan yang menurut Jo lebih pantas ia panggil Bapak- karena perasaannya terhadap Jo (dan beberapa alasan lain sih) sementara Jo putus dari Trina karena ia.. lebih memilih Emi.


Ini kasus yang sudah kesejuta kalinya mungkin dalam hidup mereka. Putus, Karena pasangan mereka tidak bisa menerima bahwa mereka lebih peduli pada sahabat kecilnya itu dibanding pasangan mereka sendiri.


Dan keadaan ini membawa mereka dalam tahapan kakak-adik yang lebih intens. Tahapan dima sebenernya lo pengen ada status lebih dari seseorang tapi lo gak bisa mendapatkan itu. Maka alternative lainnya ya status kakak adik ini *sigh*


Banyak sekali kegiatan dari emi dan Jo yang akhirnya membawa mereka pada tahapan bahwa Gue-tau-lo-care-sama-gue-tapi-gak-usah-berlebihan-dong. Yang sebenernya merupakan perwujudan perasaan mereka yang gak kesampaian itu. Wajar gak sih kalau seorang sahabat melarang sahabat wanitanya untuk tidak dekat-dekat dengan bosnya tanpa alasan yang jelas?


And that was what Jo did to Emi.
Gak cukup sampe disitu, klimaksnya adalah saat Jo dan Emi dengan segala kegundahan atas perasaan masing-masing, berlibur bersama ke Bali dengan tiket gratis yang didapat Jo melalui kantornya. Enggak mereka gak berdua aja, ada temen-temen kantor Jo, bahkan bos Jo, yang ikutan dalam acara ini. Tapi karena Jo mengajak Emi sebagai bagian dari keluarganya, mau atau tidak mereka berdua harus sharing a room without sharing a bed.


Mudah? Tentu saja mudah kalau bersama sahabat sendiri, apalagi kalau lo punya perasaan sama sahabat lo sendiri. Mudah sekali rasanya harus bisa menjaga emosi lo saat sahabat lo secara tidak sengaja memperlihatkan anggota tubuhnya yang nyaris telanjang kepada lo. Berkah mungkin, tapi disaat lo harus menahan semua perasaan lo, apa ini masih bisa dibilang berkah?


Waktu berjalan, dan gak bisa dipungkiri, Jo menyesal mengajak Emi ke Bali. Karena saat mereka di Bali adalah saat-saat yang benar-benar sulit menjaga perasaan mereka masing-masing. Suka duka gembira marahan cemburu-cemburu kecil terjadi. Bahkan. persetubuhan pun tak bisa dielakkan, pengakuan pun terucap atas perasaan masing-masing.


Sayang, menurut Emi hanya What happens in Bali, stays in Bali


Nyesek gak sih? Gimana kalau lo jadi Jo?


Tetap berjuang pastinya, tetap untuk mengejar perasaan Emi yang entah mengapa teteap tidak bisa menerima kelelakian Jo untuk bisa menjadi pendampingnya.


Dan masih ada beberapa bab lagi yang bisa lo baca sendiri :p *nyebelin*


*dan gue lancer banget ngetik sinopsisnya* *efek curhat nampaknya * *maap malah jadi curcol*


Anywaaaaay *berusaha mengalihkan topic curcol* Akhirnyaaa, gue bisa menemukan novel dengan cerita kakak-adik yang jauh-jauh-jauh-jauh-jauh-jauh lebih mapan daripada naskah yang pernah gue baca saat ini. Somehow buat gue topic kakak-adik ketemu gede merupakan topic yang sebenernya bisa menyilet hati beberapa orang karena emang gak sedikit yang pernah berada pada fase ini *malah buka kartu* dan IMHO, so far gue menganggap tema kakak-adik ketemu gede ini adalah tema yang sangat-sangat-sangat abege sekali, karena biasanya penulis memanfaatkan status seperti ini untuk sahabat yang mencintai sahabatnya namun gak kesampaian sehingga menganggap si cewek seperti adiknya dan itu terjadi di masa-masa yang rasanya masih labil tingkat dewa.


Dan hari ini, mulai detik ini, pemahaman gue berubah. Pillow talk menyangkal semua pemikiran gue diatas dengan menyajikan kisah kakak-adik-ketemu-gede-versi-dewasa-dan-mapan-dengan-feel-yang-sangat-menohok.


For Gods sake, I hate this novel a lot.


Gue benci ketika kak Ino dengan bahagianya mengangkat topic yang sangat menyilet gue *back to curcol*. Topik yang sebenernya simple, sederhana, tapi bisa diangkat seolah-olah sangat kaya akan sesuatu.
Gue benci banget ketika kak Ino berhasil dengan labirin alur-nya. Berhasil menciptakan suatu perjalanan yang cukup amat sangat naik sampai klimaks dan kemudian jatoh kebawah secukupnya.Plus isian part-part cerita yang sangat berhasil.
Gue benci novel ini bisa diproduksi pake bahasa yang sangat kaya, lugas,asik dan menarik walaupun agak sedikit terganggu dengan smiley dan beberapa slank bahasanya.
Dan Gue benci novel ini karena feelnya nendang banget. Benci sebenci-bencinya gue sama novel.


*bukannya malah bagus lan?* *angkat alis* *o_O*


Ya sih.. *pasrah melawan intelegensi. Labilitas minggir lo* tapi kok rasanya gue kenal banget ya gimana rasanya berada dalam posisi Emi atau Jo? *err Gigit bibir bagian bawah*


Pada Intinya. Jangan baca buku ini kalau kamu lagi mau jaga image di depan seseorang. Peringatan, kecanduan cerita ini bisa menimbulkan efek samping berupa senyam-senyum sendiri gak jelas, ketawa ngakak sendirian , ber hadeeeeh ria, sampai kepada megang jidat sendiri saking merasa tertohok.

*brb tertohok di pojokan*



Pillow Talk
Price: Rp47.500 (harga yang berlaku di Pulau Jawa)
Judul : Pillow Talk
Penulis : Christian Simamora
Harga : Rp47.500
ISBN : 979-780-393-7
Jumlah halaman : 462 halaman
Ukuran : 13 x 19 cm

Perjalanan Mencari Sepotong Rindu - Mendamba by Aditia Yudis

“Ada mimpi yang tetap indah jika tetap jadi mimpi. Itu yang membuat kita terus berharap. Namun, ada pula kenyataan yang memang indah jika kita bisa menerimanya dengan ikhlas meski tidak pernah memimpikannya sekalipun.”


Ada persoalan yang belum tuntas antara kita. Bukan, bukan dendam. Hanya tanda Tanya besar mengapa kau meninggalkanku di saat aku membutuhkanmu. Aku marah, kesal dan kecewa. Namun, semua itu tertutupi hangat cinta yang masih menyala-nyala dalam hatiku….. (Reno)

Setiap malam aku berdoa, suatu saat bisa mendengar suaramu lagi. Aku mendongakkan kepala ke langit, berharap kau melihat rembulan yang sama denganku. Kemudian aku menutup mata, takut waktu membuatku keburu melupakan raut wajahmu. (Adrianna)

Sebut aku sentimental, tapi aku sungguh merindukanmu. Apa kau juga begitu? (Reno dan Adrianna)

Apa yang bakal kamu lakukan ketika kecelakaan menimpa orang yang kamu sayang saat kalian sedang bersama? Apalagi kalau ternyata orang yang kamu sayang berada dalam kondisi kritis. Mungkinkah kamu seperti Adrianna yang meninggalkan Reno dengan alasan studi dan karir di Perancis karena tidak tahan selalu disalahkan atas kondisi Reno yang kritis padahal harusnya mereka akan melangsungkan pernikahan kurang dari satu minggu lagi? *panjang bener kalimatnya*

***

Sepuluh tahun setelah memori itu, Adrianna sedang berada dalam perusahaan tempatnya menghabiskan kegiatannya sehari-hari. Perusahaan yang sangat bonafit yang tidak pernah diceritakan Adri kepada orang tuanya. Tangannya sedang menggenggam mobile phone yang tersambung dengan ibunya. Untuk kesekian kalinya ibunya mendesak Adri, untuk pulang dan bekeja sebagai PNS di daerahnya saja, dan kemudian menikah. Dan untuk kesekian kalinya, Adri mengiyakan tawaran itu tanpa ada tindak lanjutnya.

Sampai ia bertemu Indra, lelaki keenam yang datang padanya dan mengatakan bahwa ada yang merekomendasikan Adri kepadanya. Ibunya Adri. Perjodohan. Sesuatu yang sudah sangat terbaca Adri.

Sayang, untuk kali ini ia tak kuasa menolak ibunya lagi… karena ibunya membawa sebuah nama untuk melawan penolakan Adri kali ini. Reno.
Kali ini Adri tidak bisa mengelak. Ia harus mencari Reno, mencari jawaban untuk sepotong rindu yang entah apa Reno juga merasakan hal yang sama, mencari jawaban untuk hati Reno yang entah masih menyimpan Adri, atau orang lain.

Reno, atau Indra?

Naufal.

Dia tahu semua tentang Reno dan terutama tentang aku dan Reno.
Dia kunci semua masalah ini.

***

there you go! Sinopsis gabungan gue sama bukunya menarik gak? *slapped* Anyway, cerita sedikit tentang buku ini. Awalnya gue tertarik sama novel yang satu ini karena judulnya. Satu pemilihan kata yang tepat mengena, dan manis tentunya. Kebetulan disaat gue dapet pinjeman naskah ini dari publishernya (maaf ya ga modal :p) gue membaca dengan diiringi playlist : Daniel Beddingfield - if You're not the one sama Glee cast – Lucky. Jadi makin ngena dan bikin gue senyum-senyum sendiri sepanjang baca novel ini. Bahkan beberapa saat setelah halaman terakhir novel ini gue tutup. <--- padahal setres *Pasang tampang serius* Buat gue pribadi, gue lebih suka pada sebuah cerita yang standard dan dengan detail yang tidak berlebihan, tapi feelnya kena. Dibanding harus bikin cerita dengan ide macem-macem tapi pas selesai, nothing happened karena feelnya tidak berbekas (walau lebih bagus kalau ceritanya gak standard dan feelnya kena sih). Dan gue bisa dapetin feel ini di novel Mendamba.

Gue rasa *sotoy mode : on*, novel ini punya kenangan tersendiri bagi Adit, penulis novel ini, karena menurut gue, caranya bercerita itu flowy banget, membuat gue membaca seolah-olah gue tau gimana perasaan seorang adrianna . Adit juga membuat gue berada dalam maze plot ceritanya yang menuntut gue untuk terus berlari memecahkan berbagai jalan menuju ending cerita ini. That's what I called good feel mixed with powerfull plot. FYI gue menyelesaikan membaca novel ini 2 jam. Cukup cepet buat novel romance yang dibaca bukan karena dipecut mbak Resita atau mas Mahir *kabur*

And one more thing, Adit bisa memberikan bahasa yang menarik ketika ia menyampaikan perasaannya dalam tulisan ini. It was terrific. Di kelas, gue pernah dapet pembelajaran kalau menulis sesuatu gunakan kata yang berbeda-beda biar kesannya kita lebih pintar dan berbobot dalam menulis (bukan berarti copy-paste cari sinonim. INGET!) ← curhat anak fasilkom. And Adit got this point, diksinya banyak simple dan well-prepared yang amat sangat kena ke mata.

Seandainya gue belom dapet pinjeman, i'm sure, buku itu akan tetep ada di rumah gue. Dan gue tidak akan kecewa merogoh kantong buat buku ini, Mendamba. *masih senyum-senyum sendiri abis baca novel ini* Mungkin bisa menjadi alternatif bacaan tentang satu romansa dalam satu waktu yang membantu merefresh memori atau mengkin meraih kembali cerita masa lalu tentang seseorang yang sekarang menjadi “mantan pacar”

that's all for this novel. See yaa! *lanjut ngerjain tugas*





Price: Rp34.000 (harga yang berlaku di Pulau Jawa)
Judul : Mendamba
Penulis : Aditia Yudis
Harga : Rp34.000
ISBN : 979-780-423-2
Jumlah halaman : 184 halaman
Ukuran : 13 x 19 cm