"We've learnt from Romeo and Juliet, right?"
Siapa yang tidak akan belajar dari kisah roman sepanjang masa itu? Hanya orang bodoh mungkin yang tidak belajar dari karya Pujangga itu. Langit, pertanyaan itu tidak seharusnya kamu ujarkan kepada seseorang. Tapi mengapa, saya cukup puas ketika kalimat itu terlontar dari bibirmu untuk Biru-mu? Kamu pergi. Sekarang, Langit sudah tidak bersebelahan dengan Biru, Ada mendung turut berpesta dalam perpisahan itu. Yogyakarta dan Mesir bukan jarak yang dekat untuk bisa bertatap muka. tapi kamu Langit tidak memilih untuk tinggal dan tetap memberikan Biru bagi Yogyakarta.
Wahai Langit, kamu tahu apa yang saat ini Biru-mu lakukan disela peninggalanmu?
Mungkin ia tidak menangis. Ia sibuk. Sibuk dalam untaian kalimat indahnya, bertutur akan aroma musim panasnya, bertutur tentang aroma kehilangan. Ya, namanya Faris. Masa lalu memang, namun apa bisa waktu menghilangkan seseorang yang selalu menjadi buah bibir yang tiba-tiba membuat kisruh di sekolah dan mengajak Biru-mu untuk pulang bersama? Kamu cemburu? tidak perlu. Kamu bisa percaya akan Biru-Layla-mu. Ia menolaknya, dan meninggalkan aroma pahit di hatinya. Biru-mu tidak tahu, hari itu hari terakhir ia bisa berbicara dengan aroma musim panasnya, Faris. Biru-mu hanya mendapat pesan bahwa aroma musim panasnya itu sangat ingin bertemu dengannya lagi. Entah kapan.
Sementara kamu? Ya aku tahu Langit, kamu tidak perlu berkilah atau menyembunyikannya. Kamu sibuk dengan dongeng musim gugurmu tentang teman-temanmu di sana. Aku ingat saat kamu bertutur tentang nasihat temanmu.
"Pada saat kamu jatuh cinta, jatuh cintalah. Karena, mungkin setelah itu, kamu tidak akan jatuh cinta sedalam itu lagi. Karena mungkin itulah yang akan menjadi cinta hidupmu."
Karena... karena... masih banyak alasan lain untuk bertemu dengan cinta. aku mengerti, Langit.
"Untuk Cinta yang mungkin menjadi cinta hidupku, Biru..."
Amin. hanya itu yang terucap dariku. semoga termasuk dalam daftar 40-amin mu.
Terima kasih..... sudah berbincang denganku, Langit.
Salju belum turun di halaman, tetapi sudah ada sonata menari di daun telinga saya. Di Musim dingin ini saya bertemu Layla. Si Biru yang biasanya mendampingi langit. Saya menyapa, basa-basi, sampai kepada bagian dimana saya bertutur bahwa saya bertemu dengan Langit tidak lama sebelum saya berjumpa Biru.
"Aku ingin bercinta denganmu dengan penuh dendam, Langit."
Itu respon pertama Biru dari cerita saya. Ada kerinduan yang membara. Benang merah itu belum putus, masih mengikat mereka berdua. Saya tidak ingin memancing kerinduannya pada Langit. Saya sudah tahu persis rasa itu. Saya justru sibuk bercerita tentang Sang Penguasa Angkasa, penguasa bernama Morra Quatro yang mengendalikan Langit dalam Kepercayaannya. Dia Believe terhadap anak didiknya Langit yang Biru. Saya bercerita akan kisah Sang Penguasa, tentang kisah cintanya yang terpisah jarak seperti Langit dan Layla, tentang keindahan kalimatnya yang membentang angkasa, dan tentang kekuatan cintanya, tentang kisah cinta indahnya yang terurai dalam sebuah plot sederhana namun terbungkus dengan untaian mutiara kata yang indah. Cerita yang sungguh sempurna untuk menguras hati. Barangkali, dengan itu saya bisa memberikan suatu yang membuat Layla-Si Biru merasa believe akan Langitnya di sana
Langit.. yang mungkin sama, dan mungkin juga berbeda.
Saya dan Layla berbincang tidak ingat waktu. Salju sudah mencair, dunia sudah penuh dengan warna. angkasa bersemi di musim ini. Dan Saya baru menyadari akan perjalanan sang teman, Si Waktu, yang sudah berlari meninggalkan kami berdua. Saya membantu Layla dalam penantiannya menunggu Langit. Juga membakarnya kedalam rasa merindu yang semakin dalam.
"Langit... akan pulang pada Biru kan Pa?"
Hati saya miris, mendengar dan menyaksikan percakapan anak-dan-ayahnya itu. Saya datang untuk membantu Biru. Kenyataannya saya datang untuk membantu Biru, sekaligus menghancurkannya. Seperti mengobati, lalu menaburkan garam diatas luka Biru.
Saya ingin menjawab.
"Hanya Morra Sang Penguasa angkasa yang tahu akan takdirmu Biru. Hal yang sama juga berlaku untuk Langit. Tapi percayalah, kisahnya selalu indah. Untukmu dan Langit."
Tapi saya hanya menahan dalam hati. Saya tahu, apapun itu hanya akan menambah kerinduan Layla. Obatnya hanya satu: A Chance Encounter, with Langit. Saya mengurungkan niat. Berbalik kembali ke angkasa.
Sudah saatnya Saya berhenti mengganggu Langit Dan Biru. Saya sudah harus membiarkan aroma Jasmine dan Faris mengharumkan perjalanan mereka. Juga Rara,Rasya,Attar dan Rein. Saya tidak bisa membocorkan kodrat Sang penguasa Angkasa untuk menentukan takdir anak-anak didiknya. Saya mungkin bahkan sudah melangkah terlalu jauh untuk mencampuri kehidupan mereka. Saya bukan Sang Penguasa Angkasa. Dan Saya harus berhenti disini, kembali menyerahkan wewenang pada Morra Quatro Sang Penguasa Angkasa.
Namun, Saya hanya bisa meninggalkan sesuatu. semoga Layla dan Langit Believe kalau akan ada A chance encounter buat mereka. Saya tahu itu. Saya tahu kapan. Saya hanya tidak boleh membocorkan bagaimana. Satu hal yang boleh saya bocorkan Sang Penguasa Angkasa Morra Quatro, sangat pintar untuk membungkus perjalanan anak-anaknya dalam suatu keindahan akan hidup versinya. Saya harap, Biru.. dan Langit.. Believe akan hal itu, dan berdoa untuk itu.
Saya juga turut mengucap untuk daftar 40-Amin Kalian berdua, La,Lang. Sampai bertemu di kemudian hari. Saya mungkin tidak akan bertemu kalian lagi, sampai Sang Penguasa Angkasa , Morra Quatro, memberikan kesempatannya.
"Tidak. Cinta tidak mengenal Waktu. Walaupun Hanya Waktu yang tahu seberapa berharganya Cinta itu."
Best Wishes. You Two.
~Scheduler.
:Beberapa kutipan diambil dari Novel Believe Morra Quatro. Semoga gak kena SOPA-PIPA-ACTA dkk:
:Digiles truk gandeng: